PHP + SAYANG = ?
Kulangkahkan kakiku, keluar dari area parkir sekolah. Susana
masih sepi dan nyaman sekali. Udara dinginnya pagi pun masih menusuk tulangku
karena aku memang tidak memakai jaket. Aku hanya memakai baju batik sekolahku,
SMA Tunas Bangsa. Entah ada apa, aku
merasa mengawali hari ini dengan suatu pencerahan dari Romo saat di Gereja
tadi. Dan aku berharap supaya awal yang baik ini bisa tetap terus berjalan sampai matahari berada
tepat dia tas kepalaku atau bahkan sampai matahari berpamitan denganku.
Kulangkahkan kakiku melewati tengah lapangan basket yang
masih tercium aroma cat barunya.
He..he.. Ya, lapangan basket yang sangat luas itu memang menjadi
satu-satunya akses untuk semua murid menuju ke kelas setelah mereka memarkirkan
motor atau sepeda mereka. Belum juga sampai pada garis tepi lapangan basket,
tanganku ditarik oleh seseorang dan aku pun merasa kaget dan sontak aku
membalikkan tubuhku ke belakang. Ya, tentunya untuk melihat siapa yang
pagi-pagi begini berani mengagetkanku
dengan menarik tangan kananku. Moodku yang awalnya enak dan baik tiba-tiba
berubah seratus delapan puluh derajat. Kubalikkan tubuhku dengan cepat dan tak
lain tak bukan dia adalah orang spesial dalam hidupku, “untuk saat ini” ada di
depanku. Pagi-pagi begini lagi. Seperti dapet energi tambahan.
“Eh, bang, kenapa? Kok pagi – pagi begini dah di sekolah? Tumben amat! Anak – anak kelas tiga juga pada berangkat?,” kataku
“He.. He..Enggak kok, aku emang sengaja kesini sama ni, cecunguk satu , ada yang aku mau omongin nih, ke kantin dulu yuk!,” katanya
“Tapi, enggak takut ketahuan anak – anak?,”
“Tenang aja, biasalah, ada Genta. Mereka enggak bakalan curiga kok. Lagian mereka, kan juga masih belum pada dateng atau bahkan masih ada yang masih ngebo di rumah, Ha.. Ha.. Ha.,”
“Wah, Kayak biasa nih.Jadi obat nyamuknya orang pacaran, nasib-nasib,” celetuk Kak Genta
“Ha..Ha.. Ha.. sabar Sob, makanya cepetan cari pacar lagi. Jangan ngejomblo melulu,” kata Bang Dennis
“iya, iya, Besok! Aku kan, enggak mau kayak kamu. Pacarannya sama yang satu sekolah. Adik kelas lagi! He.. he.. bercanda loo Sob, Ayo cepetan! Keburu anak – anak pada dateng tu” kata Kak Genta sambil mulai melangkahkan kaiki ke kantin.
“Ha.. Ha.. Ha.. lagak luu,Gen!, Yuk Neng”
“Yuk,” jawabku sambil mengangguk dan segera sambil berpindah posisi di sebelahnya Bang Dennis, lalu kami mengikuti di sebelah belakang Kak Genta.
Sesampainya di kantin, kami duduk di salah satu bangku. Bang Dennis sengaja memilih tempat yang berada di sebelah timur, supaya enggak ada anak – anak yang pada tahu atau ya, seenggak-enggaknya mereka enggak liat lah. Karena memang kantin sebelah barat lebih sering untuk dilewati anak – anak dari area parkir. Karena secara, kantin berada di dekat area parkir dan lapangan basket.
Baru saja aku duduk dan menaruh tasku di meja kantin, Bang Dennis sudah mengeluarkan tempat minum dan makan. Aku kaget dan sedikit penasaran.
Aku pun dengan spontan nyeletuk,” Belum sarapan?,”
Dia hanya menjawab,” Enggak kok, ini buat kamu, Aku sengaja buatin tadi pagi, Aku relain bangun pagi pagi loo buat kamu, Cobain deh”
Dengan sedikit kaget , aku bilang,” Hah? Kamu yang bikin? Makasih yaa Abangku,”
Bang Dennis segera mendorong tempat minum dan kotak makan itu ke
depanku. Aku segera menerimanya dan membuka salah satu sudut kotak makan itu,
dan ternyata isinya puding cokelat dengan beberapa campuran puding lainnya, mix gitulah. Aku hanya berkomentar,” wah,
puding! Aku suka banget! Tapi aku makannya nanti aja ya Bang, aku masih kenyang
makan sarapan tadi nih.” Dia hanya menjawab,” iya, Gak papa, nanti agak siangan
juga malah enak, kan bisa ngelegain tenggrorokan.”
“Tadi mau ngomong apaan sih bang? Kalo dari muka kamu, kayaknya penting ya,”
“ooh, iya, kamu masih inget,kan sama Mikha? Anak kelas XII-3,”
“iya, taulah, yang famous itu kan? Emang kenapa?,”
“Dia salah paham sama semua perhatianku sama dia,”
“oh...” jawabku singkat
“loo, kok cuman oh?,” Kasih saran dong, biar aku enggak terjebak sikon ini,”
“Aku harus kasih saran apa Bang? Kamu sendiri belon bisa ngrubah sifatmu yang PHP,”
“Kamu marah?,”
‘‘Enggak, aku bukannya marah, tapi aku juga pengen kamu hargain aku sebagai cewekmu. Dan ngerubah sifat PHP kamu itu”
Pembicaraan pagi itu benar – benar membuat hatiku merasa kecewa.
Bak disiram air panas. Secara ,kita liat aja masa iya pagi-pagi dah ngomongin
masalah ini? Pembicaraan itu berakhir saat aku tiba-tiba memundurkan kursi,
segera bangkit berdiri dan meninggalkan Bang Dennis dan Kak Genta. Dengan
perasan yang masih panas, dan dengan tampang enggak terima aku berjalan menuju
ke kelas.
Teringat pula saat Bang Dennis mulai mendekatiku dengan cara
menyukai dan mengomentari beberapa statusku di facebook, dan kami mulai
chatting. Dan Itu semua berawal dari keisenganku dan teman- teman nyeletuk di
koperasi saat Bang Dennis sedang membeli makanan di kopsis.
Dan yang masih aku
bingungkan saat ini, kenapa satu bulan yang lalu aku bisa menerima tembakan dari cowok PHP itu! Padahal aku sudah tahu bahwa Bang Dennis orangnya easy going dan perhatian
sama siapa pun serta tentunya ke-famousan
dia di salah salah satu band bentukan sekolah.
Itu sangat resiko untukku sehingga pada saat aku menerima tembakannya,
aku meminta agar saat di sekolah setidaknya kita kayak teman dan kakak – adek
kelas tapi di belakang boleh sayang-sayangan. Jadi, bisa dibilang bahwa di
depan cuek-cuekan di belakang sayang-sayangan. Tentunya tidak susah untuk
melakukan itu semua, karena aku dan dia memang beda angkatan, dia kelas XII dan
aku kelas X. Jaraknya 2 tahun bray, beda kepercayaan pula...Ketemu di sekolah
pun mungkin saat aku sedang jaga kopsis dan saat dia ke sekolah karena kelas
XII setelah UN langsung bebas mau masuk apa enggak.
Tapi inti dari aku menerima tembakannya dia, karena aku ingin
mencoba membuat dia menghargai perasaan cewek. Aku ingin ngerubah sifat PHP-nya
itu. Sifat PHP itu yang membuat dia dicap sebagai seseorang yang enggak mau
serius ngejalin hubungan atau anak-anak jaman sekarang manyebutnya HTS
Sesampainya di anak tangga paling atas dari tangga sebelah kelasku, aku segera menarik
nafas dan merubah raut mukaku agar anak-anak tidak menanyakan ada masalah apa.
Aku masuki kelas dan aku ikuti pelajaran sampai saatnya pelajaran Bahasa Indonesia
yang kosong. Selesai mengerjakan tugas dari LKS, aku segera menghampiri Berryl
dan Willa untuk menceritakan peristiwa
tadi pagi. Merekalah teman baikku, dan merekalah anak di kelas ini yang baru
tahu bahwa aku dan Bang Dennis menjalin hubungan. Mereka berusaha untuk
menenangankanku. Kurasa, lama sekali aku cerita, sampai saatnya bel istirahat
berbunyi.
“Say, kamu jaga Kopsis?,” tany Berryl padaku
“Enggak kayaknya,”jawabku
“Lo? Kenapa? Dia masih disekolah emangnya?,”
“Mungkin,” jawabku singkat
“Ya udah say, kalo kamu emang baru enggak mau ketemu sama dia, Aku yang gantiin aja gimana?”
“Willa! Kamu ikut aku ke Kopsis ya, Gantiin Alena tugas!,” katanya mengajak Willa
“Oke.. Oke.. Aku ikut,” jawabnya dengan kegirangan dan dengan nada manja seperti biasanya
Jam istirahat itu hanya aku pergunakan untuk membaca novel di perpusatakaan. Aku bahkan sudah menyiapkan
reaksi apabila aku bertemu Bang Dennis di perpustakaan. Tiba-tiba, bel masuk setelah istirahat
berbunyi dan dengan ragu kututup novel
itu, karena ceritanya nanggung. ^^
Sesampainya di depan kelas, aku, Berryl dan Willa hampir
bersamaan. Dan aku lihat Willa membawa sebuah kotak makan yang sama persis
dengan kotak makan Bang Dennis tadi pagi, Aku lihat pula Berryl juga membawa
tempat minum yang sama persis seperti tadi pagi.
“Itu,kan tempat makan sama tempat minumnya....,” kataku
“Siapa,Len?,” kata Willa menggoda
“Ciyee tau nih! Kalo ini tempat makan sama tempat minumnya Bang Dennis, hahahaha,” kata Berryl
“Apaan sih! Ya,kan tadi pagi . Ehh, Enggak jadi deh,” jawabku
“Kenapa enggak jadi? Hayoo,” kata Willa
“Udah enggak papa kok, masih ada kaitannya masalah yang tadi pagi,” kataku
“Ini lo, Tadi Bang Dennis dateng ke kopsis sama Kak Genta sama Kak Themmy, Biasalah gerombolan itu, Bang Dennis beli jajan dan saat mau bayar ke meja kopsis, Dia ngomong kalo dia titip ini buat kamu,” kata Berryl menerangkan dan memberikan tempat minum yang dipegangnya dan Willa mengikuti memberikan tempat makan yang dia pegang.
“Dia ngomong apa lagi?,” tanyaku
“Udah enggak ngomong apa-apa, Iya,kan Wil?,”
“Iya, Sedengerku tadi dia enggak ngomong apa, dia cuman bilang titip itu aja, “ sambil menunjuk ke
arah tempat makan dan tempat minum yang telah berada di pangkuan tanganku
“Dia enggak titip pesen atau salam gitu?,” Kataku
“Ciyee, tu kan, makanya jangan marahan to, gini kan akhirnya bikin galau,” kata Willa
“Apaan? Aku galau? Enggak ah, wekk,” jawabku sambil melet
“Halah, ngaku aja,” kata Berryl
“Kalian kan tau, maksud aku terima dia? Aku pengen setidaknya dia itu bisa ngertiin cewek enggak jadi PHP melulu,” kataku
“Iya,iya. Gitu aja marah . Masuk yuk” kata Berryl sambil menarik tangaku dan tangan Willa untuk segera masuk ke kelas.
***
Sudah hampir seminggu aku dan Bang Dennis lost contact, apa coba maksudnya? Yang
marah seharusnya aku, tapi kenapa malah
dia yang diemin aku? Seminggu ini benar-benar sepi, enggak ada sms, telfon atau
chat FB dari dia. Oke, akhirnya aku putuskan untuk memulai. Aku kirim sms ke
dia dengan format: “Bang, kamu marah
gara” yang kmrn? Ya udah deh, aku mnta maaf soal yg kmren, aku emg harsnya bisa
ngasih kmu saran, ReASAP yaa, Gbu”. Aku tungggu dari 15 menit, 1 jam, 2 jam
dan tauk ah, dah berapa jam yang lalu aku ngirim sms itu.
Pikiranku benar-benar hanya tertuju sama Bang Dennis,
pikiran-pikiran buruk pun mulai menghampiriku. Sampai suatu ide muncul saat aku
disuruh mamaku untuk mengantarkan roti ke rumah eyangku yang berada di dekat
SMP-ku. Aku berfikiran, kenapa aku enggak yang kerumahnya aja? Kebetulan
rumahnya dia katanya dekat-dekat SMP-ku. Tapi aku juga sempat berfikir, “tapi
masa iya cewek ke rumah cowok?,” tapi ya udah deh di saat kayak gini enggak
mungkin menangin gengsi atau egoku, aku harus balik ke tujuan awal yaitu untuk
“menyembuhkan” kebiasaan Bang Dennis dengan berusaha menunjukkan bahwa aku
bener-bener sayang sama dia. Entah apa yang aku perbuat ini terlalu lebay atau
enggak, seterah ah, Eh terserah maksudnya.
Toh, dia pernah
mengajakku ke rumahnya untuk mengikuti salah satu acara keluarga besarnya dia, sekalian
dikenalin sama mamanya. Tapi aku kebetulan bener-bener enggak bisa saat itu.
Saat itu aku juga berikiran,”kok udah
dikenalin ke keluarga segala jadinya? Emangnya udah pasti?” Tapi pikiran
itu segera aku tepis dan aku berusaha meyakinkan diriku bahwa dia mengajakku ke
acara itu agar mamanya tau, siapa pacar dari anak laki-lakinya itu. Aku masih inget
saat itu dia bilang,” Ya udah, besok tapi kapan-kapan kamu maen deh ke rumahku,
ketemu sama mamaku. Entah aku yang ngajak, atau kamu maen sendiri.”
Berbekal beberapa informasi mengenai letak rumah Bang Dennis
yang aku ingat, dari penjelasan Bang Dennis sendiri tentunya. Aku tancapkan gas
motorku dan kepalaku dari tadi celingukan ke arah pinggir jalan, mencoba
menguraikankan informasi yang aku ingat. Dan setelah celingukan enggak jelas
itu, aku menemukan salah satu rumah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu
kecil dan terdapat taman kecil yang rimbun serta teduh di depannya. Aku
beranikan untuk memencet bel di pagar beberapa kali. Tapi setelah aku menunggu
sekitar lima belas menitan, tidak ada jawaban.
Seseorang tiba-tiba mengagetkanku.
“Lo, Nak Alen? Kok Ada disini,”
“Eh, ibu,” jawabku dengan sedikit kaget karena ternyata yang menyapaku adalah ibu penjual makanan di kantin SMP-ku dulu , dan aku sebagai pelanggan setia tentu tidak dilupakan, hehehehe
“Mau cari temen,nih, Bu. Ibu baik?,” kataku
“Ibu baik-baik kok,Nak. Nyari siapa? Kalo di rumah ini, setahu ibu yang seumuran sama Nak Alen hanya ada Mas Dennis, Nak Alen cari Mas Dennis?,”
“Emm, iya bu. Kira-kira pergi kemana ya,bu. Kok dari tadi saya pencet bel tidak ada yang keluar,”
“Lo, Nak Alen temennya Bang Dennis?,”
“Iya,Bu. Kebetulan kita satu sekolah tapi beda angatan,”
“Oo, tapi Nak Alen belum tau,kah? Kalau Mas Dennis itu sekarang baru opname di rumah sakit gara-gara kanker darah yang udah stadium atas? Udah seminggun ini kayaknya,”
“Hah? Ibu serius?,”
“Iya, Nak. Ibu serius,”
Pikiranku langsung amburadul, kenapa bisa gini dan kenapa dia
enggak pernah cerita. Dan kata Bu tanti, seminggu yang lalu dia mulai opname,
seminggu yang lalu berarti sekitar aku marahan sama dia kemaren.Tapi aku tetap
berusaha menutupi kekagetanku dari Ibu Tanti dan mencoba untuk meminta beberapa
informasi mulai dari kapan, bagaimana kronologisnya dan dirawat dimana serta di
ruangan apa juga, aku tanyakan. Setelah cukup puas mendengarkan informasi dari
Bu Tanti, aku segera berpamitan dan segera mengendari motorku menuju ke rumah
eyangku.
Sesampainya di rumah eyangku, aku ucapkan salam dan langsung
masuk ke dalam. Aku panggil eyangku dan terdengar suara jawabn eyangku dari dapur.
Aku segera menuju ke dapur dan meletakkan tas serta roti bawaan dari mama di
meja makan. Sesampainya di dapur, aku langsung memeluk eyang dari belakang yang
ternyata eyang sedang memasukkakan makanan ke dalam toples yang biasa
diletakkan di meja tamu, untuk berjaga-jaga apabila ada tamu datang. Di pelukan
itu aku langsung menangis. Karena eyangku kaget, eyangku segera menutup toples
itu dan segera membimbingku ke meja makan dan eyang mencoba menyruhku untuk
menceritakan apa yang terjadi.
Aku pun menceritakan semuanya dari awal, dari sejak aku
pedekate sampai aku mendengar kabar dari Bu Tanti tadi. Aku menceritakan itu
semua ke eyangku, karena eyangku adalah my second mom. Di saat aku tidak bisa
cerita dengan mamaku, aku pasti cerita kepada eyangku. Eyangku memberikan
nasehat supaya aku segera datang ke rumah sakit dan meminta maaf untuk semua yang terjadi.
“Setidaknya kamu memberikan suatu moment terbaik kepadanya, Len,” begitu kata
eyangku.
Dengan beberapa saran dan dan nasehat dari eyangku, aku merasa
lebih tenang. Setelah itu, eyang segera menyuruhku untuk makan siang. Karena
aku cerita bahwa dari pulang sekolah tadi, aku langsung ke rumah bang Dennis
dan langsung ke rumah ini. Setelah selesai makan, sambil menemani eyangku
nonton televiai, aku pun segera menghubungi Kak Genta dan menanyakan kabar Bang
Dennis. Karena aku tau Kak Genta adalah sahabatnya yang mungkin tau tentang ini
semua dan bersekongkol dengan Bang Dennis untuk merahasiakan ini dariku.
Dari pembicaraan yang aku lakukan dengan Kak Genta, Kak Genta
menjelaskan bahwa Bang Dennis memang benar mengidap kanker darah dan sekarang
sedang dirawat di rumah sakit. Tapi malam ini Bang Dennis akan check out,
karena menurut dokter yang menangani; Bang Dennis sudah agak kuat untuk melakukan
kegiatan. Kak Genta mengajakku untuk menjenguk Bang Dennis bersamaan dengan jam
– jam dia akan check out saja,
sekalian jemut terus nemenin pulang. Kebetulan Kak Genta dan Kak Themmy memang malam
ini berencana untuk ikut ikut menjemput sahabatnya itu. “Nanti aku minta Themmy
deh buat ngajak Della, Supaya kamu ada temen cewek,” begitulah kata Kak Genta.
Aku bersyukur karena Kak Themmy akan mengajak Della. Della adalah teman dekatku
di organisasi pelajar dan Kak Themmy yang sebenarnya kakak kelasku itu, juga
sekaligus sebagai pacar dari Della.
Karena ingin memberikan sesuatu yang spesial saat menjenguk
nanti, aku tanyakan pada eyangku apa yang sebaiknya aku berikanbuat bang
Dennis.
“Gimana kalo puding aja? Tadi kan kata kamu, dia suka itu,” kata eyangku
“Iya,yah. Itu ja deh eyang. Eyang bantuin mau enggak?,” tanyaku
“Wani piro, hahahaha. Enggak-enggak, ya udah yuk!,”
“Yukkk!!,”
Kami segera bangkit berdiri dan membuat puding yang akan aku
berikan kepada Bang Dennis. Sekitar dua jam-an lah aku dan eyangku berjibaku
membuat makanan dan minuman itu. Aku pun segera mandi dan siap-siap untuk pergi
ke rumah sakit. Eyangku pun membantuku untuk menyisir rambut. Seperti anak-anak
ya aku ini, menyisir saja dibantuin eyang,hehehe... Sambil menunggu Kak Genta, Kak
Themmy dan Della, aku memberi kabar kepada mamaku bahwa malam ini aku akan
tidur di rumah eyang, dengan alibi karena kebetulan besok adalah hari minggu.
Bunyi klakson mobil Kak Themmy tiba-tiba terdengar dan aku
segera berpamitan dengan eyangku. “Kamu urusin Dennis dulu aja, pulang malem juga
enggak papa. Yang penting kamu jaga diri,” pesan eyangku. “Iya eyang, Pasti
kalo soal itu,” jawabku.
Sesampainya di depan ruangan Bang Dennis, kak Themmy dan Kak
Genta masuk duluan. Dan, mereka akan memberi kode kepadaku dengan menepukan
tangan dua kali yang menandakan aku dan Della boleh segera masuk. Saat Kak
Genta dan Kak Themmy masuk, aku dekatkan telingaku di pintu dan terdenagar
pembicaraan mereka.
“Hay Sob, gimana? Dah kuat kan?,” terdengar itu suara Kak Themmy
“Udah dong,” jawab Bang Dennis dengan nada lemas
“Eh, kita punya kejutan buat kamu lo,” kata Kak Genta
“Apaan? . Perhatian juga kalian sama aku. Hahahaha,” jawab bang Dennis
Tiba-tiba terdengarlah suara tepukan tangan Kak Themmy, aku
dan Della segera masuk. Saat aku memasuki pintu ruangan Bang Dennis, terlihat
Bang dennis yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan muka yang masih pucat
dan kaget.
“Lo, Alen? Kamu kok?,” katanya
“Kok kenapa?,” kataku
“Jahat banget ya kamu, Kamu sakit kayak gini, aku enggak kamu kasih tau?,” kataku lagi
“ya.. ehhmm.. ya.. aku enggak mau kamu tau sakitku ini. Aku enggak mau kamu kepikiran,”
“Ya, udah deh. Tapi aku egggak suka ya kalo yang kayak gini diulangin lagi,”
Kata-kata pembicaraan awal itu benar-benar membuatku senang. Yang
selama seminggu ini membuatku sedih dan kesepian tiba-tiba menghilang semua.
Aku berusaha untuk tertawa dan gembira di depan bang Dennis, tapi jujur saja
aku enggak tahan melihat kondisi Bang Dennis yang sekarang dan apakah besok aku
masih bersamanya atau tidak. Aku memang sengaja tidak membahas tentang masalah
dia yang tidak memberitahuku tentang sakitnya ini dan tentang masalah di kantin
seminggu yang lalu.
Aku keluarkan bawaanku tadi, yaitu puding.
“Ini bang, aku yang bikin sendiri loo,” kataku memberikannya kepada Bang Dennis sambil duduk di tepian tempat tidur ya, lebih tepatnya di sebelah Bang Dennis.
“Aku buka ya,”
“Buka aja,”
“Wah puding, enak nih kayaknya,”
“Iya dong, Siapa dulu yang bikin. Aku! Eh, enggak dibantuin eyang,”
“Aku makan ya,”
“Silakan,”
Saat bang Dennis akan mengambil sendok untuk memakan puding
itu, Kak Genta yang usil segera merebut kotak makan itu dan berkata, “ Suapin
dong,Len. Kan, Masih sakit tu.” Sambil memberikan kotak makan itu kepadaku. Aku
lihat Kak Themmy dan Della ikut tersenyum karena melihat tingkah Kak Genta. Dan
akhirnya aku pun menyuapi Bang Dennis, seperti yang diminta Kak Genta. “Aduh so
sweetnya,” kata Della. Aku hanya membalas dengan senyuman. Entah, apa yang aku
rasakan saat ini, benar-benar seperti mendapatkan sesuatu yang beda.^^.
Tiba-tiba kami semua dikagetkan dengan suara pintu yang
terbuka dan seorang ibu-ibu paru baya yang masih cantik masuk.
“Oh, dah pada dateng ya tenyata,” kata ibu itu
“Iya tante,” jawab Kak Themmy sambil mencium tangan Ibu itu dilanjutkan dengan Kak Genta dan Della.
Saat mereka sedang mencium tangan ibu itu, Bang Dennis
memberikan kode kepadaku bahwa itu mamanya. Aku segera bangkit berdiri dan
mengikuti mereka untuk mencium tangan ibu itu. Pada saat aku mencium tangan ibu
itu, Bang Dennis bicara,” Mah, itu Alen.” Dengan sedikit kaget yang tertutupi
senyuman, ibu itu langsung mencium pipi kiri dan kananku (cipika-cipiki) dan memelukku dengan erat. Agak lama pelukan itu,
tapi saat berpelukan dengan Mama Bang Dennis seperti ada sesuatu berbeda yang
aku rasakan. Ada seperti sebuah naluri keibuan seorang ibu yang benar-benar
terasa. Sama persis saat aku dipeluk mamamu atau eyangku. Setelah beberapa saat memelukku, Mama Bang
Dennis menceritakan tentang Bang Dennis yang sering cerita tentang aku. Mama
Bang Dennis pun meminta aku agar memanggil Beliau dengan sebatan “mama” dan aku
pun menyanggupinya
Mama Bang Dennis segera mengajak kami semua untuk pulang,
karena setelah menemui dokter tadi, Dokter mengataka bahwa Bang Dennis boleh
untuk pulang sekarang. Kami pulang dengan dua mobil. Aku, Mama (mama Bang
Dennis) dan Bang Dennis naik mobil mama. Sedangkan Kak Themmy Kak Genta dan
Della ada di mobil belakang.
Sesampainya di rumah, ada beberapa tetangga dan anggota keluarga
Bang Dennis yang menyambut. Salah satunya aku lihat Bu Tanti. Aku pun sempat
berbicara sebentar dengan Bu Tanti. Aku pun diperkenalkan dengan anggota
keluarga Bang Dennis. Tapi tiba-tiba Bang Dennid nyeletuk,” Om, Tante, Besok
yang bakalan ngegantiin aku Alen, jadi jaga Alen baik-baik ya.” Mendengar itu,
aku sepertinya ingin menangis, tetapi tetap aku tahan. Setelah ngobrol –
ngobrol, Bang Dennis memutuskan untuk istirahat dulu. Aku pun mengantarkannya
sampai ke dalam kamar.
“Neng, Aku minta maaf ya buat semua sifatku yang enggak kamu suka, sebenarnya aku enggak bermaksud untuk menjadi seorang PHP (Pemberi Harapan Palsu) seperti yang dibilang anak-anak. Aku hanya memanfaakan waktuku di dunia ini untuk menjalin banyak pertemanan dan mencoba memberikan momen-momen berharga bagi teman-temanku. Tapi justru itu yang mereka anggap sebagai bentuk perhatian khususku pada mereka. Yang membuat mereka salah paham,” katanya menerangkan
“Iya, Bang. Aku ngerti kok. Tapi kamu juga jangan bilang gitu, hidup kamu masih lama kok! Kamu mau ninggalin aku sendirian aja? Enggak mau,kan?,”jawabku
“Tapi, aku merasakan udah tinggal sebentar lagi,Neng”
“Enggak! Masi panjang bang. Abang nggak boleh ngomong kayak gitu. Semangat dong buat sembuh!,”
“Iya, Demi kamu apa yang enggak? Hehehehe,” katanya dengan sedikit tertawa kecil.
“Tapi, jujur, aku milih kamu buat jadi pacarku itu bukan karena aku ingin PHP-in kamu ato apa, tapi aku ngerasa ada yang beda dari kamu. Dulu aku memang aku cuman nganggep kamu adek kelasku, tapi saat kita pedekate kemaren, bener-bener aku ngeras kamu itu beda. Makanya aku berniat buat seriusan pacaran sama kamu. Tapi maaf kalo aku cuman bisa bentar sama kamunya, sebenarnya aku masih pengen lama. Tapi Tuhan sudah berkehendak kalo sekarang aku sakit kayak gini,” cerita Bang Dennis mengutarakn isi hatinya.
“Tapi kamu janji ke aku ya. Kalo kamu bakalan nemenin aku sampai saatnya nanti,” katanya lagi.
Aku mebalas dengan senyuman, anggukan dan mengacungkan dua
jempolku. Aku pun menemani Bang Dennis sampai dia tidur. Aku beranjak dari tempatku
semula yang dimana aku duduk di pinggir tempat tidur Bang Dennis, menuju ke salah
satu sofa yang berada di dekat tempat tidur sambil membuka beberapa album foto
yang ada di kamar itu.
Satu
bulan setelah itu, Bang Dennis meninggal. Tepat
dua minggu setelah pengumuman kelulusan, Bang Dennis masuk rumah sakit
dan kondisinya lama – kelamaan drop. Aku ingin menangis apabila mengingat saat
itu, detik – detik Bang Dennis menginggal aku saksikan sendiri. Tapi setidaknya
selama satu bulan aku telah berusaha
untuk membuat gembira Bang Dennis membuat momen – momen yang dapat aku dan dia
kenang. Meskipun pada sat itu, aku merasa bahwa Bang Dennis semakin lama semakin
seperti anak kecil. Tapi aku dengan senang hati menuruti permintaannya dan
mencoba memanfaatkan waktu yang sebentar itu untuk benar-benar memberikan
hatiku sepenuhnya untuk Bang Dennis.^^
Sekian
J
Agatha
Anita Wibawanti/ Anita Wibawanti
salam kenal ya
BalasHapusaku blogger baru